SEJARAH KELURAHAN
TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN KECAMATAN DAN PENATAAN WILAYAH KECAMATAN SERTA PEMEKARAN KELURAHAN DI KOTA CIREBON


TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN KECAMATAN DAN PENATAAN WILAYAH KECAMATAN SERTA PEMEKARAN KELURAHAN DI KOTA CIREBON
SEJARAH UMUM
Negara Republik Indonesia baru berdiri setelah Proklamasi
Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, sebelum itu
Bangsa Indonesia dijajah oleh Bangsa
Belanda dan Pemeritahan pun di Indonesia dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda Pemerintah Kota Cirebon dibentuk mulai tanggal 1
April 1906. Pada waktu itu daerah-daerah yang didiami penduduk, ialah Desa-desa
Lemahwungkuk, Panjunan dan Desa Pekiringan, luasnya mencapai sekitar 225
hektar.
Sistem pemerintahan dari pemerintahan jajahan Hindia Belanda mempunyai corak “otokratis” suatu pemerintahan yang sentralistis yang resminya dilaksanakan sejak tahun 1854 menurut garis-garis yang diletakkan dalam “Regerings Reglement” Staatsblad 1854. Pemerintahan yang sentralistis itu kemudian berubah menjadi gedecentraliseerd dengan hak otonomi. Meskipun desentralisasi yang sempit sekali, namun tidak salah kiranya, kalau tahun 1900 itu kita ambil sebagai garis permulaan tumbuhnya otonomi.
Pada saat permulaan pembentukannya itu Gemeente Cheribon mempunyai wilayah seluas 1.100 ha, jumlah penduduk 20.000 Jiwa. Dalam perkembangan selanjutnya tahun 1926 dengan dikeluarkannya Stadsgemeente Ordonantie (Stbl. 1926 No. 365 C.a.) Pasal 3 Ordonantie yang dimuat dalam Staatsblad tahun 1925 No. 370 sebutan Gemeente Cheribon dirubah menjadi Stadsgemeente Cheribon dengan status sebagai Daerah otonom. Luas wilayah masih tetap 1.100 ha tetapi jumlah penduduknya telah mengalami kenaikan, menurut catatan pada tahun 1920 menjadi 33.051 jiwa, dari tahun 1926 sampai dengan tahun 1930 menjadi 50.091 jiwa.
Dalam Stadsgemeente Cheribon belum dikenal adanya wilayah administratif, seperti Kewedanan atau Kecamatan, oleh karena segala urusan yang mengenai dekonsentrasi yang berada dalam wilayah kota Cirebon masih dipegang dan dijalankan oleh Bupati Cirebon, dengan demikian Stadsgemeente Cheribon langsung membawahi Desa-desa otonom yang ada pada waktu itu sebanyak 5 (lima) buah, yakni Desa Kejaksan, Desa Panjunan, Desa Pekiringan, Desa Lemahwungkuk dan Desa Pekalipan.
Pada tahun 1942 dengan adanya pendudukan Jepang oleh Bala Tentara Jepang, menyebabkan terjadinya pergeseran sistim pemerintahan di Indonesia, oleh karena itu dalam Stadsgemeente Cheribon pun terjadi beberapa pergeseran yakni dikeluarkannya Osamu Sirei (Undang-undang Pemerintah Bala Tentara Jepang No. 13 Tahun 1943) maka Stadsgemeente Cheribon dirubah menjadi Tjirebon Si, statusnya mengalami perubahan pula dengan adanya pelaksanaan politik dekonsentrasi, sehingga Tjirebon Si menjadi daerah otonomi dan wilayah administratif dengan sistem pemerintahannya bersifat tunggal yakni tanpa Dewan.
Luas wilayah Tjirebon Si bertambah menjadi 2.450 ha, karena ada penambahan beberapa Desa dari Kabupaten Cirebon berdasarkan keputusan Syuu-Tyookan (Residen) Yaitu Desa Tuk, Desa Kertawinangun dan Desa Pesindangan.
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. Nama Tjirebon Si dirubah menjadi Kota Tjirebon dengan status sebagai daerah otonom dan wilayah administratif, sedang luas wilayahnya menjadi 1.100 ha kembali, karena Keputusan Syuu-Tyookan yang dikeluarkan pada masa pendudukan Jepang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Setelah Jepang menyerah pada sekutu dan tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Sukarno – Hatta dan Indonesia dinyatakan Merdeka dari Penjajahan dan mengatur pemerintahannya sendiri. Kemudian lahir Undang undang No. 1 Tahun 1945 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dengan menyerahnya Jepang ke Sekutu, Belanda tidak tinggal diam dan menjalankan aksinya untuk kembali melanjutkan penjajahannya di Indonesia. Semendjak tentara Belanda masuk ke daerah Tjirebon pada 21 Juli 1947 pada waktu Class ke-1, maka kita ingat pula bahwa sedjak itu Dewan2 K.N.I. dan Badan2 executiefnja dibekukan, dan pemerintahan daerah otonom Kota diatur berdasarkan peraturan termuat dalam Stbl. 1948 No.179, jang menetapkan bahwa pemerintahan daerah kota diantaranja diserahkan kepada pemerintah jang ada, sehingga pemerintahan kota diletakkan di tangan pembesar jang ada, jaitu Burgermeester. Pada tanggal 31 Mei 1948 Kota Tjirebon diadakan sebuah mede-bersturend college. Hal ini berlangsung sampai berdirinja Negara Pasundan jang oleh Stbl. 1948 No.48 diakui Pemerintah Prae Federaal.
Pada tanggal 25 April 1948 Pemerintah R.I. menetapkan Undang-Undang No.22 Tahun 1948 yang berisi tentang peraturan desentralisasi teritorial, jauh lebih lebih luas dari yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1945. Dalam Undang-Undang no.22/1948 ini mencantumkan pokok-pokok pikiran yang bermaksud meneruskan pemerintahan Kabupaten dan Kota dengan memberi otonomi yang lebih luas dari zaman penjajahan dan seterusnya hendak membentuk Provinsi yang otonom. Desa menurut Staatsblad 1906 Nomor 83 yang hak otonominya tidak berarti apa-apa, hendak digabungkan dengan desa-desa lain, sehingga gabungan ini akan mampu mengurus rumah tangganya sendiri
Sejak Pemerintahan Penjajahan Belanda dengan nama Stadsgemeente Cheribon, kemudian Balatentara Jepang berkuasa di Kota Tjirebon dan menyerahnya Jepang pada sekutu sampai dengan tahun 1947 (sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 1947), Pemerintah Kota Besar Cirebon belum mempunyai Kecamatan dan Pemerintah Kota Cirebon saat itu langsung membawahi 5 Desa yaitu Desa Kejaksan, Desa Panjunan, Desa Lemahwungkuk, Desa Pekiringan dan Desa Pekalipan.
Setelah dikeluarkannya PP No. 16 tahun 1947 terjadi pergeseran segala urusan pemerintahan, yaitu urusan-urusan Pemerintah Pusat (kecuali urusan rumah tangga sendiri) yang dahulu dilaksanakan oleh Bupati Cirebon dialihkan ketangan Walikota Kepala Daerah Cirebon dengan demikian urusan-urusan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Cirebon bukan saja menyangkut bidang ekonomi tetapi ditambah dengan tugas-tugas dekonsentrasi, hal mana diikuti oleh adanya pembentukan dua wilayah administratif Kecamatan, yaitu Kecamatan Cirebon Utara dan Kecamatan Cirebon Selatan, sedang jumlah Desa otonom tidak mengalami perubahan.Walaupun ada penyerahan urusan-urusan pemerintah pusat dari Bupati ke Walikota Cirebon, maka luas Kota terdiri dari wilayah otonom dan wilayah administratif Cirebon masih tetap 3.600 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 78.745 jiwa.
Tahun 1953 terbit Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat tanggal 1 Agustus 1953, No.1824/17-J/Reg.10/Gdb/UD/53 mengenai serah terima Desa Harjamukti dari Kabupaten Cirebon kepada Kota Besar Cirebon yang dilakukan pada 1 Pebruari 1954, dengan penambahan satu Desa tersebut (sehingga jumlah Desa menjadi 6 Desa dan luas wilayah Kota Cirebon bertambah 2.200 Ha. Tambahan Penulis) maka luas wilayah Kota Besar Cirebon menjadi 3.600 ha dengan jumlah penduduk 104.714 jiwa.
Pada tahun 1956 Pemerintah Kota Besar Cirebon menerbitkan Buku 50 Kota Besar Cirebon (1906-1956) pada saat Walikotanya dijabat R.Hadian.Kartaatmadja, kondisi Pemerintahan saat itu sudah mulai membaik ini ditandai dengan kemampuan Pemerintah Kota Besar Tjirebon menyelenggarakan ulang tahunnya yang ke 50 Tahun Kota Besar Tjirebon.
Tahun 1957 keluarlah Undang-undang No.1 tahun 1957 (LN No.6 Tahun 1957) dan dalam pasal 73 diadakan perubahan nama Kota Besar Tjirebon menjadi Kota Pradja Tjirebon, status daerah otonom dan wilayah Administratif, luas wilayah 3.300 ha dengan jumlah penduduk 128.324 jiwa, selanjutnya pada tanggal 3 Desember 1958 diadakan lagi serah terima Desa Pegambiran dari Kabupaten Tjirebon ke Kota Pradja Tjirebon,( dan jumlah Desa menjadi 7 Desa, penambahan satu Desa tersebut menambah luas wilayah Kota Praja Cirebon 309 ha, sehingga luas Kota Praja Cirebon menjadi 3.609 ha, dengan jumlah penduduknya menjadi 139.571 jiwa.
SEJARAH TERBENTUKNYA KELURAHAN SUNYARAGI
Sunyaragi berasal dari kata yaitu “Panyepi ing raga”, secara etimologis, frasa ini dapat diurai menjadi “panyepi” yang berarti tempat yang tenang, sunyi, atau sepi, dan “raga” yang merujuk pada tubuh fisik atau diri manusia. Pemilihan nama Sunyaragi pada masa lalu kemungkinan besar dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan filosofis yang dianut oleh masyarakat pada saat itu. Tempat ini mungkin dianggap sebagai suatu kawasan sakral atau tempat pertapaan. Sunyaragi dahulunya adalah bagian dari suatu desa yang mengalami pemekaran. Sejarah pemekaran wilayah Sunyaragi dari Desa Geraksan menjadi sebuah desa mandiri, lalu berubah status menjadi lingkungan dan kemudian menjadi kelurahan, mencerminkan dinamika pertumbuhan penduduk dan perubahan tata pemerintahan di wilayah tersebut.
Desa Geraksan pada masa lalu merupakan sebuah pemerintahan desa yang luas
dibandingkan dengan pengertian desa pada masa kini. Desa ini bertindak sebagai
induk bagi beberapa kampung atau dusun, di antaranya Sunyaragi, Karyamulya,
Kecapi, Larangan, Kalijaga, Argasunya, dan Harjamukti. Struktur pemerintahan
desa pada masa itu bersifat patriarkal dan hierarkis, dengan kepala desa sering
kali berasal dari keturunan keraton, khususnya Keraton Kanoman dalam konteks
Desa Geraksan. Hubungan erat antara Desa Geraksan dan Keraton Kanoman tercermin
dalam keberadaan Kebun Pelok di wilayah Kalijaga yang merupakan milik
Kesultanan Kanoman. Pemisahan Desa Sunyaragi dari Desa Geraksan sebagai sebuah
unit pemerintahan yang mandiri baru terjadi pada tahun 1969, menandai babak
baru dalam sejarah administratif wilayah tersebut.
Sejak Pemerintahan Penjajahan Belanda dengan nama Stadsgemeente Cheribon, kemudian Balatentara Jepang berkuasa di Kota Tjirebon dan menyerahnya Jepang pada sekutu sampai dengan tahun 1947. Pemerintah Kota Besar Cirebon belum mempunyai Kecamatan dan Pemerintah Kota Cirebon yang saat itu langsung membawahi 5 Desa yaitu Desa Kejaksan, Desa Panjunan, Desa Lemahwungkuk, Desa Pekiringan dan Desa Pekalipan.
Selanjutnya tahun 1970 terjadi pemekaran Kecamatan dan
Lingkungan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat tanggal 12
Januari 1970 No.10/Pem.IV/Pem/SK/70 yang meresmikan pembentukan Kecamatan dan
Lingkungan Baru dalam Daerah Kotamadya Cirebon. Dengan demikian terjadi
komposisi baru dalam Kecamatan dan Lingkungan tersebut yaitu jumlah Kecamatan
dari dua Kecamatan menjadi empat Kecamatan, Lingkungan dari tujuh
Lingkungan menjadi empatbelas Lingkungan salah satunya Kecamatan Kota Cirebon
Selatan, terdiri dari : Lingkungan Kesambi, Lingkungan Harjamukti, Lingkungan
Sunyaragi, Lingkungan Kalijaga.
Selanjutnya Kecamatan Cirebon Selatan dan jumlah lingkungan menjadi 4 lingkungan. Lingkungan Sunyaragi, Lingkungan Harjamukti, Lingkungan Kesambi dan Lingkungan Kalijaga masuk ke Desa Harjamukti wilayah Kecamatan Cirebon Selatan. Adapun pejabatnya pada waktu pemekaran, yaitu pada tahun 1970 an dijabat oleh Bapak Tjastra Suherman, dari keempat Kepala Lingkungan pada waktu itu dan pemekaran dapat kami terangkan sebagai berikut :
- Lingkungan Harjamukti dijabat oleh Bapak Tjastra Suherman.
- Lingkungan Kesambi dijabat oleh Bapak Moh. Raub.
- Lingkungan Kalijaga dijabat oleh Bapak Kamsi
- Lingkungan Sunyaragi dijabat oleh Bapak Tjasadi Sutomo
Mengenai status wilayah administratif Kecamatan dan Lingkungan tersebut ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat tanggal 10 Maret 1972 No.79/B.XII/KTT/Pem.SK/72, dengan empat Kecamatan di Kotamadya Cirebon, di Kecamatan sejak tahun 1972 sampai dengan 1986.
Dan pada tahun 1974 Lingkungan Sunyaragi 2 Yaitu Lingkungan Karyamulya dan Lingkungan Sunyaragi, sebagai Kepala Lingkungan Sunyaragi Pertama Yaitu TJASADI SUTOMO (1970-1972) dan seiring berjalannya pemerintahan
Pada tahun 1982 istilah lingkungan berubah menjadi Kelurahan yang dipimpin oleh seorang LURAH, berdasarkan Keputusan Walikotamadya Cirebon Nomor 215/Pm.204.1/WK/82 Kotamadya Cirebon melaksanakan pemekaran Kelurahan dari 14 Kelurahan menjadi 20 Kelurahan. Lurah Sunyaragi Pertama adalah KARDJI KURNIADY (1981-1985).
Pada tahun 1984 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 146.1/SK.515-Pemdes/1984 Tanggal 16 Maret 1984 tentang Pengesahan Usulan Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon dan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Cirebon Nomor 230/Pm.024.1/WK tentang Pemerkaran Kelurahan Dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon dari 20 Kelurahan menjadi 22 Kelurahan yaitu Kelurahan Sunyaragi dimekarkan menjadi Kelurahan Karyamulya Kecamatan Cirebon Selatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1986 tentang Pembentukan Kecamatan Kramatmulya dan Darma di Kabupaten Daerah Tingkat II Kuningan, Kecamatan Cimanggung dan Ujung Jaya di Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang , Kecamatan Bojong dan Tegal Waru di Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta, Kecamatan Blanakan, Tanjungsiang, Compreng, Patokbeusi, Cibogo, dan Cipunegara di Kabupaten Daerah Tingkat II Subang, Kecamatan Pekalipan dan Penataan Serta Perubahan Nama Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Pasal 14 tanggal 21 Agustus 1986 telah terjadi perubahan susunan Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon dari semula 4 Kecamatan menjadi 5 Kecamatan yaitu :
- Kecamatan Cirebon Utara berubah menjadi Kecamatan Kejaksan
- Kecamatan Cirebon Barat berubah menjadi Kecamatan Kesambi
- Kecamatan Cirebon Selatan berubah menjadi Kecamatan Harjamukti
- Kecamatan Cirebon Timur berubah menjadi Kecamatan Lemahwungkuk dan Kecamatan Pekalipan
Kecamatan Cirebon Barat berubah menjadi Kecamatan Kesambi yang meliputi wilayah Kelurahan Kesambi, Kelurahan Pekiringan, Kelurahan Sunyaragi, Kelurahan Drajat dan Kelurahan Karyamulya. Susunan kecamatan dan Kelurahan di Kota Cirebon ini tetap bertahan hingga sekarang.
DAFTAR RIWAYAT KELURAHAN SUNYARAGI
NO |
NAMA |
PERIODE |
JABATAN |
ASAL USUL |
1. |
P.PRABU PARTAKUSUMA |
1940-1951 |
Kepala Desa |
Masyarakat |
2. |
SABRI |
1951-1970 |
Kepala Desa |
Dari TNI AD |
3. |
TJASADI SUTOMO |
1970-1972 |
Kepala Lingkungan |
Dari TNI AD |
4. |
SUPARMAN |
1972-1974 |
Kepala Lingkungan |
Dari TNI AD |
5. |
KAMSI |
1974-1977 |
Kepala Lingkungan |
Dari TNI AD |
6. |
ACOL |
1977-1981 |
Kepala Lingkungan |
Dari TNI AD |
7. |
KARDJI KURNIADY |
1981-1985 |
Lurah |
Dari PNS |
8. |
RASBUN SUTANTO |
1985-1991 |
Lurah |
Dari PNS |
9. |
EDI MEDIANA |
1991-1994 |
Lurah |
Dari PNS |
10. |
SUTISNA, BA |
1994-1997 |
Lurah |
Dari PNS |
11. |
Drs. AGUS SUHERMAN |
1997-2001 |
Lurah |
Dari PNS |
12. |
M. TAUFAN BHARATA, S.Sos |
2001-2004 |
Lurah |
Dari PNS |
13. |
Drs. AGUS SUHERMAN, SH |
2004-2006 |
Lurah |
Dari PNS |
14. |
Dra. KADINI |
2006-2009 |
Lurah |
Dari PNS |
15. |
MUCHTAR HAERUDDIN, S.Sos.MM |
2009-2011 |
Lurah |
Dari PNS |
16. |
TITI SULASTRI, SH |
2011-2013 |
Lurah |
Dari PNS |
17. |
H. RUSTIM, S.Sos |
2013-2022 |
Lurah |
Dari PNS |
18. |
DANI ILHAM RAMADHAN,S.STP |
2022- Sekarang |
Lurah |
Dari PNS |